Kepala Bidang Propam Polda Sultra, Kombes Moch Sholeh, membenarkan bahwa enam personel polisi telah diperiksa dalam kasus ini. Dari enam orang tersebut,

Share

Facebook
WhatsApp

Kendari – Dugaan kasus pemerasan yang melibatkan enam anggota kepolisian di Sulawesi Tenggara menjadi sorotan publik setelah seorang guru honorer bernama Supriyani melaporkan adanya permintaan uang damai sebesar Rp 50 juta. Berdasarkan keterangan yang dihimpun, uang tersebut diduga diminta sebagai imbalan untuk menghentikan kasus yang melibatkan Supriyani. Insiden ini tengah ditangani oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sultra.

Kepala Bidang Propam Polda Sultra, Kombes Moch Sholeh, membenarkan bahwa enam personel polisi telah diperiksa dalam kasus ini. Dari enam orang tersebut, tiga di antaranya bertugas di Polsek Baito, sementara tiga lainnya bertugas di Polres Konawe Selatan. “Polres 3, Polsek 3, personel sementara masih pendalaman,” ujar Sholeh saat memberikan pernyataan kepada media, Selasa (29/10/2024).

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula ketika Supriyani, seorang guru honorer, dilaporkan sebagai tersangka dalam sebuah kasus. Setelah statusnya berubah menjadi tersangka, Kapolsek Baito, Iptu Muhammad Idris, diduga meminta uang sebesar Rp 2 juta dari Supriyani sebagai “uang damai.” Menurut pengacara Supriyani, Andre Darmawan, uang tersebut diambil langsung oleh Kapolsek di rumah Kepala Desa Wonua Raya.

Tak berhenti di situ, Andre juga mengungkap bahwa setelah permintaan awal terpenuhi, Supriyani kembali dimintai uang sebesar Rp 50 juta oleh Kanit Reskrim Polsek Baito sebagai perantara untuk Kapolsek. Permintaan uang ini diklaim untuk menghentikan kasus yang menjerat Supriyani. “Kalau penjelasannya Kanit itu Rp 50 juta untuk Kapolsek, untuk menghentikan kasusnya,” jelas Andre saat memberi keterangan di PN Andoolo pada Senin (28/10).

Dalam proses persidangan, Supriyani juga menyebutkan bahwa permintaan tersebut disertai ancaman, dan dia merasa tertekan untuk memenuhi permintaan tersebut meskipun kondisinya sulit secara finansial.

Peran Kepala Desa sebagai Saksi

Dalam penyelidikan kasus ini, Kepala Desa Wonua Raya yang menjadi saksi utama turut dipanggil oleh Propam Polda Sultra untuk memberikan keterangan. Kombes Sholeh menyatakan bahwa tidak ada tekanan terhadap Kepala Desa dalam proses klarifikasi yang sedang berjalan. “Mohon waktu, karena kades sedang dipanggil untuk klarifikasi. Tidak ada penekanan (terhadap kades),” ujar Sholeh.

Sholeh juga menegaskan bahwa seluruh saksi yang terlibat akan diperiksa secara mendalam untuk memastikan kejelasan kasus ini.

Tanggapan Kapolsek Baito dan Pihak Kejaksaan

Iptu Muhammad Idris, Kapolsek Baito yang disebut sebagai pihak yang meminta uang damai, tidak membantah pernyataan dari pihak Supriyani, namun memilih untuk tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. “Saya tidak mau bermasalah,” ungkapnya singkat kepada wartawan. Sikap tersebut menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat dan memperkuat dugaan adanya praktik pemerasan di kalangan aparat penegak hukum.

Sementara itu, pengacara Supriyani juga mengungkap adanya dugaan permintaan uang sebesar Rp 15 juta dari pihak Kejaksaan, yang diminta sebagai imbalan agar Supriyani tidak ditahan ketika kasus tersebut diserahkan ke kejaksaan. Namun, Kejaksaan Negeri Konsel hingga kini belum memberikan tanggapan atas tuduhan tersebut.

Kritik terhadap Praktik Pemerasan dalam Penegakan Hukum

Kasus yang menimpa Supriyani memicu keprihatinan di kalangan masyarakat, terutama karena Supriyani hanyalah seorang guru honorer dengan keterbatasan finansial. Pengacara Supriyani menyayangkan tindakan oknum penegak hukum yang seharusnya menjaga keadilan namun justru melakukan tindakan yang merugikan rakyat kecil. “Ini kita lihat dari awal, seorang honorer dimainkan oleh jahatnya aparat penegak hukum,” tegas Andre.

Praktik pemerasan yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap integritas dan profesionalisme institusi kepolisian. Selain itu, masyarakat mendesak agar proses hukum berjalan dengan transparan, sehingga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi seluruh pihak.

Harapan untuk Keadilan

Dengan adanya penetapan status tersangka pada beberapa oknum yang terlibat, masyarakat berharap proses hukum dapat berjalan secara adil dan transparan. Kasus ini diharapkan menjadi contoh dalam memperbaiki citra aparat penegak hukum di mata masyarakat, serta memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi warga negara, terutama mereka yang berada di posisi rentan.

BERITA TERBARU